Mengajar di LPK

Sekitar Juli 1998, saya terpaksa harus resign dari pekerjaan. Tiga bulan setelah terjadi kasus kerusuhan massa Mei 1998. Setelah keluar kerja, saya bingung harus cari kerja di mana. Belum ada gambaran dan tujuan yang jelas. Setiap hari saya beli koran lokal Pos Kota, buat cari lowongan kerja. Soalnya di koran Pos Kota memang paling banyak memuat lowongan pekerjaan khususnya di wilayah Jabodetabek, dari pada koran-koran nasional. Beberapa kolom lowongan kerja yang berhubungan dengan desain grafis saya simpen nomor dan alamatnya. Kalau yang deket-deket langsung saya samperin.

Suatu waktu saya ketemu lowongan 'Dicari tukang gambar kartun'. Saya berpikir, wah saya harus cobain nih ngelamar. Penasaran juga, misalnya bikin gambar manual juga ngga apa-apalah. Paginya nyiapin lamaran, berangkat naik Metromini dari Cengkareng meluncur menuju Roxy Mas, Jakarta Pusat. Sampai Roxy, saya cari-cari alamat dulu seperti yang tercantum di koran. Setelah alamat ketemu dan cocok nomornya, saya lihat papan nama di atas pintu, kok malah tempat kursus komputer (LPK), kiri kanan tempat kursus bahasa, apa saya ngga salah alamat?. Di depan pintu sudah banyak yang mengantri mau masuk. Ada siswa-siwa yang mau kursus, ada pengajar, tapi juga banyak yang pada melamar. Tapi yakinlah memang ini tempat yang saya cari.

Saya masuk kantor ke bagian penerima telpon. Iseng-iseng saya nanya sama bagian penerima telpon, buat mastiin sekali lagi. "Mbak, emang ini yang buka lowongan cari tukang gambar di koran hari kemaren?". "Iya mas, emang di sini lagi ada lowongan". "Berapa Mbak yang dibutuhin?". "Sekitar 10 orang". "Oh ya ya...terima kasih mbak". "Mas, udah bawa lamarannya sekarang?". "Iya saya udah bawa lamarannya". "Oh kalo begitu biar saya bawa, saya serahin ke bos saya". "Oh ya Mbak, ini lamarannya. Terima kasih Mbak".

Saya tengak-tengok sana sini, jumlah yang ngelamar kurang lebih 30-an orang. Waduh banyak banget yang ngelamar. Banyak saingan nih. Kaya ngelamar di pabrik, banyak banget. Apa mungkin saya bisa diterima? Saya waktu itu pesimis banget. Sambil nunggu panggilan saya ngajak ngobrol-ngobrol sama yang pada ngelamar juga. "Bang, ngelamar kerjaan juga ya?". "Iya Mas". "ngomong-ngomong yang dicari kan tukang gambar, tapi kok tempat kursus ya Bang?". "Iya Mas, saya juga ngga paham nih, tapi udah lah. Yang penting ngga salah alamat". 

Satu-satu pelamar dipanggil buat Interview. Berikutnya saya dapat giliran, yang panggil Bos-nya langsung. "Kamu yang namanya Robinudin ya?". "Iya Pak". "Sudah pernah kerja sebelumnya, maksudnya punya pengalaman kerja?". "Pernah Pak". "Kerja apa itu?". "Sebelumnya saya kerja di perusahaan optik, bagian desain grafis Pak". "Terus kenapa keluar kerja?". "Saya terpaksa keluar kerja, soalnya di tempat kerja saya yang dulu pindah ke Tangerang, jadi saya kejauhan". "Saya mau cari yang dekat-dekat saja. Biar dari rumah bisa datang ke tempat kerja bisa tepat waktu". "Oh ya ya". "Sudah berapa lama kamu kerja?". "Baru tiga tahun Pak". "Di sana kamu gambar manual atau pake komputer?". "Dua-duanya pak". "Kalo begitu kamu bisa program apa buat desain?". "Saya biasa pakai program Micrografx Designer sama Corel Photo Paint, Pak". "Kamu suka menggambar?". "Yah, lumayan suka pak". "Ok! Karena di sini saya harus saring beberapa orang yang saya butuhkan, maka kamu harus menunggu panggilan lagi, tiga hari lagi, bagaimana bersedia?". "Iya Pak, bersedia Pak. Jangan lupa nanti jika ada panggilan, kamu segera datang ke sini tepat waktu, Ok? Iya siap Pak!". "Ok terima kasih, silahkan Anda keluar, untuk bergantian pelamar berikutnya".

Begitu pulang, saya masih kepikiran aja, apa mungkin saya nanti dipanggil lagi? Tapi sudahlah dari pada mikirin yang belum jelas, mendingan cari lowongan kerja yang lain aja. Selama tiga hari sambil nunggu panggilan, saya masih mondar-mandir cari pekerjaan. Di hari ketiga, ternyata saya dapet telpon di rumah Bu Kost. Cuma yang ngangkat Ibu kost. Maklum waktu itu belum ada HP. Jadi saya cantumin telpon rumah punya kost. Saya dikasih kabar ibu kost, kalau saya ada panggilan kerja di Roxy Mas. Alhamdulillah, ternyata saya salah satu yang dipanggil di antara 20 pelamar dari 30-an pelamar.

Saat itu juga, saya siap-siap berangkat ke Roxy. Bener aja, ternyata di situ tinggal beberapa pelamar, ngga sebanyak jumlah pelamar sebelumnya. Di situ semua dikumpulin buat dengarin pengarahan dari bos. Bos langsung kasih test kerja. Masing-masing pelamar disuruh menggambar kartun karakter bebas, tapi tanpa meniru contoh. Saya ambil pensil, penghapus, penggaris yang semua udah disedia'in. Persis seperti anak-anak sekolah sedang ujian menggambar. Setelah waktu yang ditentukan habis, semua hasil gambar dikumpulkan. Dan dijelaskan, bahwa gambar-gambar tersebut akan diseleksi. Hanya akan diambil 10 orang yang akan diterima bekerja di situ. Akhirnya semua dipersilahkan pulang, dan menunggu kembali panggilan selama 3 hari berikutnya. Lagi-lagi saya masih pesimis, dari 20 orang cuma dipanggil 10 orang, itu artinya separuhnya bakal tersingkir. Dan kemungkinan besar saya juga salah satu yang tersingkir. Pulang ke rumah tanpa ada kepastian kerja. Status saya masih jadi pengusaha....usaha cari kerjaan lagi! Alias masih pengangguran!

Setelah menunggu tiga hari, ternyata saya mendapat telpon lagi, ada pesan saya disuruh datang ke tempat saya melamar pekerjaan. Saya ngga nyangka, ternyata saya salah satu yang kepilih, lamaran saya diterima. Alhamdulillah. Dengan perasaan senang saya langsung ke sana. Langsung masuk ruang Bos. Bos memberi pengarahan sebentar, lalu para pelamar dibawa ke ruang kursus yang sedang kosong alias ngga ada pelajaran. Semua diperkenalkan tentang kegiatan belajar-mengajar di LPK ini dan jurusan program-program komputer yang diajarkan di tempat kursus. Mulai dari program perkantoran seperti Office, Graphic Design - Multi Media, Programming, dan Web Design. Sebagian pelamar masih bingung, karena sebelumnya  kurang familiar dengan komputer. Sementara saya juga belum paham beberapa program komputer lainnya. Apalagi program Micrografx Designer yang saya gunakan justru tidak masuk kurikulum program yang diajarkan. Saya juga kurang paham apa maksudnya para pelamar kerja ini dibawa ke ruang pengajaran komputer. Setelah Bos selesai memberi pengarahan, terus dilanjutkan seorang Guru Pengajar yang memberi pelajaran kursus. Dan setiap hari, bukan menggambar atau melukis, tapi malah belajar komputer. Belajar tapi kok digaji. Wah enak bener ya, ngga usah repot-repot kursus segala. Itung-itung dapet ilmu ngga pake biaya, tapi malah digaji. Tapi sebenarnya saya juga masih bingung, kenapa disuruh belajar komputer? Bukannya yang dicari tukang gambar? Kaya'nya ngga nyambung. Tapi masa bodoh lah, yang penting setiap minggu dapet gajian..he he he.

Satu bulan telah terlewati. Setelah selesai mempelajari satu program komputer, kemudian ditest menggambar dengan komputer, yaitu dengan program Photoshop. Bos memberi contoh gambar hasil editing komputer, yaitu gambar (image) berupa desain kalender meja. Itu gambar-gambar hasil karya para pengajar kursus di situ. Saya lihat gambarnya bagus-bagus, jelas, rapi, dan natural. Saya harus bisa, meskipun penguasaan materi photoshop belum memadai, baru dasar-dasarnya saja. Tapi alhamdulillah, hasil testnya dapet apresiasi dan diterima. Beberapa temen masing-masing ditugaskan untuk mendalami program Office, Web Design, Programming, sementara saya disuruh mendalami Design Grafis. Dan harus menguasai Adobe Photoshop, Corel Draw, Adobe Ilustrator, Macromedia Freehand, Macromedia Flash, Adobe Pagemaker, dan beberapa program lainnya. Tugas selanjutnya, selama dua minggu disuruh menyusun Buku Panduan Belajar Komputer. Sebagai acuan mengajar di LPK. Karena saya cuma lulusan SMA sebenarnya saya juga kesulitan buat bikin buku panduan komputer. Setiap pulang kerja, saya harus nyiapin buku tulis. Catat apa saja yang berhubungan dengan komputer. Saya cari referensi buku-buku tutorial komputer toko-toko buku sekitar tempat kost. Kadang juga ke Gramedia dan Gunung Agung. Lumayan cukup menguras pikiran dan waktu, bagaimana supaya saya bisa menyusun sebuah buku panduan dengan baik, dinilai dan diapresiasi oleh bos. Namun dari hasil kerja keras selama beberapa hari, alhamdulillah berhasil menyusun buku, meskipun hanya ringkasan. Karena saya sendiri juga tidak sepenuhnya menguasai program-program komputer tadi.

Setelah semua berhasil menyusun buku-buku panduan belajar komputer, akhirnya semua buku dikumpulkan. Semua temen-temen pada tanda tanya, habis ini ada tugas apa lagi ya? Beberapa guru pengajar di situ ada yang kasih bocoran, kalo semua nanti disuruh ngajar komputer, jadi guru kursus. Dan masing-masing punya kelas sendiri-sendiri, sesuai tugas komputer yang sudah dipelajari. Semua temen-temen dan termasuk saya tidak habis pikir ternyata semua mau dijadikan guru pengajar. Saya agak bingung. Bagaimana nanti saya mengajar komputer, rasanya belum siap, menghadapi banyak siswa. Soalnya selama ini tidak pernah pengalaman bicara di depan banyak orang. Kalo ngga bisa ngajar, gelagapan, demam panggung, wah bisa kacau nih, pasti malu di depan siswa. Apalagi mereka siswa-siswa yang keliatannya anak-anak orang mampu.

Di saat pikiran bingung, malah ada guru pengajar senior yang ngerjain, nakut-nakutin, bicara ke temen-temen baru soal pengalaman dia sewaktu pertama mengajar siswa. Katanya, pengalaman mengajar pertama kali grogi, seperti demam panggung, gugup, ngga ngerti apa yang mau diomongin. Serba salah. Soalnya kita harus menghadapi siswa-siswa baru, dan kita harus bisa komunikasi dengan mereka. Membahas materi pelajaran yang diberikan. Sementara sebagai pengajar baru, materi pelajarannya sendiri belum menguasai, paling hanya tahu dasar-dasarnya saja. Semua hanya teori tutorial, belum bisa menjelaskan bagaimana jika dipraktekkan di tempat kerja. Coba pikirin kalo ada siswa bertanya dan kita ngga bisa ngejawabnya. Kita mau bilang apa, mau cari alasan apa?

Akhirnya dari pada kebawa perasaan takut, gugup, dan grogi. Mending saya pikirin, apa yang nanti mesti dikerjain. Saya coba corat-coret di kertas kosong. Nulis sambil mikirin, gimana ya cara ngucap salamnya, dengan cara formal atau cara seperti bicara sehari-hari. Kedua, gimana cara perkenalannya. Ketiga gimana cara membuka menyampaikan materi pelajaran, dan seterusnya, pasti nanti bakal lancar dengan sendirinya. Semua saya tulis, tinggal diinget-inget, diapalin. Yah, mudah-mudahan bisa berjalan lancar. Yakin ngga yakin sih.

Tiba waktunya bos manggil saya. Di ruang kantornya, saya dikasih instruksi dan pengarahan untuk mengajar materi Graphic Design dan pada jam ke dua nanti sore mengajar Web Design di kelas baru yang lain. Ngga ketinggalan bos juga kasih buku panduan materi yang diajarkan. Begitu bos selesai kasih pengarahan, saya disuruh masuk ke kelas baru yang sudah ditunjukkan. Sebelum masuk kelas, saya ambil nafas dulu dalam-dalam, nenangin pikiran, ngingetin lagi catetan tadi, buka dikit biar yakin, kuasai keadaan, tenang-tenang!  yakin dan baca Bismillah...

"Assalamu'alaikum, salam sejahtera untuk semua. Selamat pagi dan selamat berjumpa di pelajaran yang pertama kali. Apa benar kalian siswa kelas Graphic Design"? saya mengawali salam, dengan berusaha santai. (Saya perhatikan siswa satu persatu, dalam batin saya bergumam, wah ini siswa kaya anak-anak orang kaya nih. Pakai kemeja kaya orang-orang kantoran, rapi-rapi, cuman beberapa yang pakai kaos dan cewek-cewek yang pakaian bebas, kaya anak kuliahan. Tak pikir masa wong ndeso gini ngajar anak-anak kota. Jujur saja sebenarnya masih ada perasaan deg-degan juga. Agak grogi. Saya berusaha seolah-olah sudah biasa mengajar. Saya pura-pura sudah pengalaman. Kan siswa-siswa ngga tahu kalo saya sebenarnya guru amatiran..? Lha wong pengajar kok ngga punya ijasah...pengajar modal tekad eh maksudnya modal nekat...he he he.) "Iya Pak, benar pak". "Kalo gitu, sebelumnya kita perkenalan dulu, sekalian absensi satu per satu yah" ucap saya sebisa-bisanya. "Oke, perkenalkan nama saya Robie, saya yang akan mengajar kalian materi Corel Draw". "Dan selanjutnya, saya akan absensi. Yang saya sebutkan namanya silahkan tunjuk jari" Saya mulai sebut satu persatu nama-nama siswa yang hadir, yang kebetulan semua hadir sekitar 10 siswa.

Dengan modal buku panduan belajar, saya mengawali pelajarannya, tentang apa kegunaan atau fungsi program desain, kasih penjabaran beberapa program desain dan pembagiannya. Mulai program desain pengolahan vector spt Corel Draw, Freehand, Ilustrator, dll. Dan ada juga program desain pengolahan bitmap, berupa gambar-gambar kualitas foto, seperti program Photoshop, Photopaint, Photo Editor, dll, dan program desain publishing spt Page Maker, Adobe in Design, dll. Untuk menambah 'pede' saya ceritakan pengalaman kerja sebagai desain grafis di tempat kerja yang dulu. Dengan peralatan-peralatan yang tidak disediakan di LPK waktu itu, seperti alat jenis-jenis scaner, printer, alat-alat sablon, dan nama-nama mesin cetak.

Saya berpikir, kadang ada bagusnya juga. Sebenarnya mah kita belum begitu paham, tapi pura-pura sudah paham di depan orang-orang yang belum paham juga. Bukan maksud membohongi orang, ini hanya sebagai sugesti saja. Pernah ingat pesan temen saya kira-kira begini ' Jika kamu ingin pintar berpura-puralah jadi orang pintar'. Tapi jangan sok pintar.' Contohnya ya ini, jadi guru amatiran, pura-pura ngerti komputer, sebisa-bisanya ngomong di depan siswa, toh mereka juga pasti dengerin dan ngikutin apa yang kita terangin. Seolah-olah kita guru yang profesional. Siapa tahu ntar pinter beneran. He he he.

Proses belajar mengajar selesai. Sampai-sampai saya ngga berasa, ternyata apa yang saya alami ngga seperti yang saya takutkan. Saya mengajar dalam suasana biasa-biasa saja, meskipun sedikit-sedikit harus menyembunyikan rasa gugup. Dari awal perkenalan sampai akhir pelajaran soal tanya jawab, semua berjalan lancar. Alhamdulillah. Mungkin karena sebelumnya saya sudah mikirin apa saja urutan-urutan memberi pelajaran dari awal sampai akhir. Saya coba inget-inget dan praktekin, ternyata berhasil juga. Dan satu lagi, ya itu tadi...ilmu dari temen saya,  ilmu pura-pura bisa, pura jadi guru senior, padahal sama-sama belum bisa.

Setelah menjalani 'profesi sebagai guru' dilakukan setiap hari, lama-lama jadi terbiasa sih. Yang tadinya agak takut, grogi, gugup, 3-4 hari berjalan lama-lama jadi lancar bicara juga. Semakin kenal siswa-siswanya makin 'enjoy' mengajar. Yang tadinya masih kurang menguasai bahan pelajaran lama-lama semakin tahu bahan pelajaran apa yang harus diajarkan. Sebenarnya bisa dikatakan mengajar sambil belajar, pelan tapi pasti, jadi semakin menguasai pelajaran yang diajarkan. Apalagi dalam mengajar, setiap ganti kelas akan membahas ulang pelajaran di kelas sebelumnya. Itu yang semakin menambah daya ingat menyerap ilmu. Setiap hari harus mengajar 3 kelas, masing-masing 2 jam. Bahkan kadang-kadang harus menggantikan mengajar kelas lain, karena teman saya berhalangan datang.

Ada pengalaman ya bisa dibilang lucu lah, selama mengajar di kelas. Di sela-sela belajar, kadang saya juga mengajak ngobrol salah satu siswa yang sudah selesai mengerjakan tugas. Kadang sambil becanda, biar pada ngga bosen belajarnya. Saya bikin akrab di kelas. Biar pada betah. Kadang kalau serius terus, pada bosen, jenuh, ngantuk. Dan biasanya hari berikutnya ngga berangkat kursus. Jadi pertanyaan bos. Waktu itu saya sedang ngobrol dengan salah satu siswa cewek. Di saat ngobrol, ada yang melempar gulungan kertas ke saya. Saya tengak-tengok dari mana arahnya. Siswa kelas tadi bilang dari kelas sebelah. Kelas sebelah kebetulan temen saya yang mengajar. Seketika saya samperin kelasnya, dari tembok pembatas kelas (partisi). Saya tengok ke ruangannya, ternyata temen saya malah senyum-senyum. Saya panggil dia sambil bisik-bisik: "Hei, ngapain sih kamu, lempar saya...haah iseng aja". Dia malah manggil saya mendekat dan bilang, "Sini dong, saya mau ngomong nih, itu siswa kamu yang cewek, cantik banget ya?". "Kenalin ke aku dong!. Siapa namanya?...Huu, kirain mo ngapain. Entar saya kasih tahu, kalo kelasnya udahan. Entar ketahuan bos, abis dah kita kalo sampe diomelin!". "Iya, yah...sip lah". "Cuman kalo nunggu dia ada kelas, dua hari lagi. Itu juga kalo dia masuk absen."

Abis kelar ngajar, siswa-siwa udah pada pulang. Buru-buru temen saya nyamperin. Penasaran banget. "Mas, mas, itu tadi siapa namanya?" Saya balik nanya: "Emang kenapa, penasaran banget?". "Ya elah mas, masih pake nanya lagi. Itu cewek cakep banget tahu, wuih manis dah kalo diperhatiin" Saya tanya lagi, "Emang cewek yang mana, kan di kelas saya ada 5 cewek?". "Itu tuh, yang tadi mas ajak ngobrol, yang rambutnya lurus". "Owh yang itu, tapi kayanya sih dia masih kecil, janganlah, kasihan!". "Yah, itu mah cuman posturnya doang mas keliatan anak kecil, itu mah udah dewasa, Mas". "Yaa, ngga tahu lah, besok aja ngomong sendiri sama orangnya. Tapi sebelum masuk pelajaran". "Emang ngga bisa mas, nyampein salam dulu kek. Masa langsung kenalan?". "Yah, terserah sih, kalo ngga mau keduluan orang lain. Baru nyadar loh, he he he". "Tapi ngomong-ngomong, dia orang mana mas?". "Kalo dia bilang sih keturunan Jawa, tapi lahir di sini. Bapaknya punya usaha percetakan. Makanya dia disuruh kursus, supaya bisa setting dan desain buat percetakannya. Dari pada cari tenaga orang". "Nah, kebeneran tuh, saya cocok kalo sama orang Jawa, ngga neko-neko". "Ya kan ngga semua orang Jawa kaya gitu? Kamu sendiri orang seberang, jauh dari Kalimantan, emang ngga dipikirin tuh, dia mau apa nggak sama orang jauh?". "Yah kalo itu mah dipikirin belakangan aja mas, yang penting biar Dayak iman tetep sama mas. Ya ngga? Kan saya juga jarang pulang kampung. Jakarta udah kaya kampung saya yang kedua, mas". "Owh, gitu. Ya udah besok langsung kenalan aja, bilang aja temen saya. Ngajar di kelas laen, gitu. Tapi jangan macem-macem, ntar saya kena jeleknya loh". "Ok, sip mas! Terima kasih". "Jangan lupa, kalo berhasil traktir saya...he he he". "Wah, kalo itu pasti mas. Tenang aja mas. Doain saya ya mas". "Ya, ya, yah...sono, sono, saya mau cari makan dulu". "Dan satu lagi mas, ntar kalo berhasil, ntar saya bantuin ikut ngajar di kelas sampeyan". "Wah, wah, kalo itu jangan dah. Serius jangan bikin masalah, bos bisa marah-marah sampe ketahuan, masa satu kelas gurunya dua. Yang bener aja."

Bener aja, ternyata dia ngga seperti yang saya kira. Saya pikir dia ngga berani, tapi dia justru keliatan 'pede' banget nyamperin ngajak kenalan. Padahal tampangnya kaya preman, rambut gondrong, cuma memang wajahnya lumayan bagi penglihatan cewek. Tapi mungkin emang dia udah pengalaman kali ngegombalin cewek. Ngobrol-ngobrol soal pelajaran. Bilang temen baik saya. Nanya nama, alamat. Janji dianter pulang. Macem-macem yang diomongin, intinya biar bisa dirayu. Baru beberapa hari, ternyata dia sudah akarab banget. Ke mana-mana bareng. Berangkat bareng, makan bareng. Pulang bareng. Sering becanda. Kalo ketemu saya, yang cewek senyum-senyum malu. He he he.

Ada juga pengalaman aneh tapi agak bikin kesel juga. Gimana ngga, pagi-pagi baru masuk kelas, ternyata udah ada seorang bapak setengah baya duduk di bangku kelas. Padahal belum ada satu pun siswa yang masuk kelas. Belum masuk waktu pelajaran. Perasaan saya ngga punya murid seumuran bapak itu. Saya coba tanya temen-temen, itu murid siapa. Ternyata ngga ada yang ngaku. Baru seorang temen kasih tahu bahwa bapak itu murid guru senior yang sekarang lagi ngga masuk ngajar. Dia pesen suruh ikut pelajaran saya. Ngga habis pikir kenapa guru senior itu ngga kasih tahu saya dulu ya. Sebenarnya mah saya ngga masalah kalo bapak itu ikut kelas saya. Saya ngga kesel sama bapak itu. Cuman caranya yang saya ngga suka. Senior saya ngga bilang-bilang dulu, mentang-mentang saya pengajar baru, dia semau sendiri ngatur orang. Toh kalo dikasih tau bos tetep aja saya yang ngajar.

Akhirnya dari pada saya cuman bengong sendiri, saya ajak ngobrol bapak tadi. Dari obrolan panjang lebar, ternyata emang bener dia pindahan dari kelas senior saya. Tapi kok ada yang aneh, ini bapak ngaku sebagai dosen pengajar kampus. Tapi waktu saya ajak ngobrol soal pelajaran kursus yang diajarkan senior saya dia malah ngga paham sama sekali. Ngga ada yang nyambung apa yang saya tanyakan sama jawabannya. Kaya siswa baru awal masuk pelajaran. Tapi okelah, saya coba bapak ini biar ikut pelajaran saya. Siapa tahu bapak ini inget lagi pelajaran yang sudah diajarkan. Selama proses belajar, saya terus perhatiin gimana respon dia sama pelajaran. Ternyata sampai akhir pelajaran, dia hanya mencatat dan mencatat. Tapi pasif tidak bicara apa-apa. Tidak ada pertanyaan. Atau ketika saya bertanya ke semua siswa bapak ini tidak menjawab sekalipun. Tapi saya pun tidak mau kasih pertanyaan langsung ke bapak, jika bapak itu tidak bisa menjawab, saya justru yang membuat malu dihadapan siswa-siswa yang lain yang lebih muda. Tapi ya sudahlah, memang namanya ngajar harus sabar, telaten. Harus ada pengalaman yang berbeda.

Dan satu lagi yang masih saya inget. Ketika saya sedang ngga ada kelas, saya disuruh bos menggantikan kelas teman saya, Sugeng. Hari itu teman saya ngga masuk, sementara siswa-siswanya udah nunggu di kelas. Karena pelajarannya sama-sama desain grafis, maka sayalah yang harus menggantikan dia. Ketika saya masuk, siswa-siswanya heran, kok yang ngajar bukan guru kaya biasanya. Dan salah satu siswa ada yang nanyain, dan saya cuman jelasin kalau gurunya berhalangan hadir. Di kelas tugas saya cuma nerusin pelajaran dari teman saya, dan sebelumnya saya memang sudah menanyakan siswa-siswa sampai di mana pelajaran yang diajarkan. Setelah proses belajar mengajar hampir selesai, seperti biasa saya menanyakan dulu kepada siswa, barangkali ada pelajaran yang belum jelas. Hanya ada beberapa yang bertanya lagi dan saya jelaskan kembali. Setelah selesai pelajaran, sebelum mereka pulang, di antara mereka ada yang mengajukan usul supaya saya yang mengajar mereka. Ternyata teman-temannya juga usul yang sama. Mereka minta supaya saya mengajar di kelasnya kembali. Saya juga heran, kok pada usul begitu. Saya tanya alasan mereka, katanya selama Mas Sugeng yang mengajar, mereka susah menangkap apa yang diajarkannya. Apalagi mas Sugeng tidak sabar mengajar siswa, banyak materi pelajaran yang dilewati, tidak diajarkan. Tidak dijelaskan secara rinci dan berurutan. Saya cuma bisa bilang, kalau semua guru sudah punya tugas dan kelas masing-masing. Semua mengajar sesuai jadwalnya. Ya saya ngga bisa menerima atau menolak kemauan mereka. Kalau mau usul, silahkan sama bos saya langsung. Jika disetujui, mungkin saya akan ditukar kelasnya dengan teman saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Jawa Dialek Magelangan

Dikontrakan, Di kontrakkan atau Dikontrakkan?