Bu Ena (alm) : Guru Kesabaranku


Bu Erna. Beliau bukanlah seorang ustadzah, atau guru agama. Bahkan beliau kurang begitu mengerti akan ilmu agama, karena dari kecil oleh orang tuanya tidak diajarkan agama. Tapi kedatangan beliau mempunyai hikmah yang luar biasa bagi kehidupan saya. Atas kehendakNya, Allah mengajarkan kepada saya melalui beliau tentang kesabaran, ketabahan, keikhlasan dalam menjalani hidup. Saya hanya berusaha peka dengan apa yang dikehendaki Allah. Karena saya menyadari jika Allah menghendaki, kita pun bisa dinasehati Allah melalui orang yang kita tidak pernah kita pikirkan. Begitu di saat menghadapi masalah, dan merasa 'paling berat' menghadapi masalah, di saat itu Allah tunjukkan (untuk menasehati kita) dengan masalah orang lain yang lebih berat. Itulah Maha Rahman dan RahimNya Allah. Di situlah kasih sayangnya Allah.

Awal saya mengenal Bu Erna, yaitu ketika saya, teman saya mas RJ,  dan Pak ustad saya menginap di majelis ta'lim. Hari minggu sore, waktu itu saya sedang di kamar lantai 2. Kebetulan saya sedang tidak ada kegiatan apa-apa dan tidak ke mana-mana. Dari dalam kamar saya mendengar ustad sedang menerima tamu. Mereka mengobrol begitu lama. Karena kamar tamu di lantai bawah dan agak jauh dari kamar, jadi saya tidak tahu persis apa yang dibahasnya. Yang saya tahu biasanya sambil ngobrol Pak ustad saya juga syiar masalah agama kepada tamunya. Setelah beberapa jam mengobrol, ustad memanggil saya. Minta tolong untuk membersihkan salah satu ruangan/kamar sebelah kamar saya yang kosong di majelis, karena ada tamu yang mau menginap beberapa bulan. Ketika semua sudah beres, saya ajak tamunya dan menunjukkan kamar yang siap untuk ditempati. 

Ternyata tamunya dua orang, satu laki-laki satu perempuan. Tapi yang menjadi perhatian saya, yang perempuan sedang sakit parah. Hampir tidak bisa berjalan, kaki satunya untuk jalan kaki yang satunya terseret tidak bisa digunakan untuk berjalan karena dalam kondisi bengkak (persis seperti penyakit beri-beri atau kaki gajah). Sementara kaki yang satunya kurus sekali sampai seluruh badan. Akhirnya saya juga ikut membantu menuntun menuju ke lantai dua menuju kamar. Dan saya juga mendapat penjelasan dari ustad bahwa tamu ini yang satu seorang dokter, bernama Pak Yanto dan yang satunya adalah pasiennya, bernama Bu Erna. Mereka datang dari Sumbawa.

Maksud kedatangannya ke majelis ta'lim untuk minta didoakan jamaah, sekalian ikut mengaji bersama-sama. Kabar yang saya terima Bu Ema sedang mengalami kezoliman yang luar biasa dari seseorang. Karena akibat kezoliman itu beliau sering melakukan hal-hal di luar nalar sebagai manusia.Misalnya, setiap saat kehausan dan ingin minum tapi yang diinginkan adalah (maaf) darah, tidak mau ditawari minuman pafa umumnya, dan pak Dokter lah yang harus rela memberikan tangannya untuk dihisap. Karena beliau (pak Dokter) juga merasa amat kasihan, Dan harus segera ditolong. Seumur hidup saya baru kali ini menyaksikan orang yang benar-benar minum darah dari tangan. Dan setiap saat beliau sering kesurupan. Sebenarnya saya pun takut berada di sebelah kamarnya. Ngga kebayang gimana nanti kalo pas beliau kesurupan, sementara Pak Yanto sedang pergi. Gimana jika nanti yang diminta tangan saya? Akhirnya saya pun minta tolong temen ngaji (jamaah) namanya mas SN untuk menemani saya nginap di majelis.

Sebelum ke majelis, beliau sudah dibawa kemana-mana untuk diobati. Namun tidak ada hasilnya. Jauh-jauh dari Sumbawa datang ke Jakarta, berharap penyakitnya segera sembuh dan kembali normal. Pak ustad sendiri juga sudah memberi klarifikasi, bahwa majelis bukanlah tempat berobat, apalagi penyakit non medis. Baik ustad atau jamaah tidak ada yang bisa mengobati. Di sini kami hanya bisa membantu doa. Kita berdoa bersama-sama, semakin banyak yang mendoakan semakin baik. Karena kesembuhan hanya milik Allah. 

Memang setiap seminggu sekali, di majelis ta'lim mengadakan pengajian. Banyak jamaah yang hadir untuk bisa mengikuti acara pengajian. Acara rutin shalat tasbih berjamaah, membaca Aurod, baca surah Yasin, Asmaul Husna, Shalawat, mendengarkan qiroah Al Quran, menyimak Taushiah, dan acara terakhir yaitu mediasi sabab-musabab penyakit (semacam ruqyah) yang dijalankan oleh seorang mediator (salah satu jamaah). Semua ada penjelasan agama tentang penyakit. Penjelasan hakekat penyakit (medis/non medis), baik karena kezoliman atau dari perbuatan sendiri (tuntutan) dan serta hubungannya dengan kemungkinan kemusyrikan (yang disengaja atau tidak sengaja), syiar masalah aqidah tauhid. Nasehat tentang teguran, ujian, hidayah, dsb. Semua dijelaskan secara detail setiap ada kegatan pengajian, terutama yang berhubungan dengan mediasi. Supaya semua jamaah memahami betapa pentingnya menjaga aqidah tauhid secara haq dan menyikapi penyakit secara benar dan tepat. Karena pada dasarnya kita semua menjalani hidup dengan beribadah untuk mengharapkan keridhoan Allah.

Kita semua pernah mengalami penyakit. Penyakit bisa merupakan ujian, teguran atau peringatan, bisa juga merupakan azab (na'udzubillahi mindzalik). Semua harus peka dengan kehendak Allah melalui penyakit. Boleh jadi kita mengalami sakit, memang suatu ujian dari Allah. Jika kita sabar dan ridho itu lebih baik daripada kita sehat tapi jauh dari Allah. Kita bisa mengalami sakit karena ada teguran dari Allah, jika kita insyaf dan semakin meningkatkan ibadah, insya Allah penyakit tersebut sebagai sarana istighfar dan bertaubat. Dengan keinsyafan dan taubat kita, doa kita terkabul dan kembali sehat. Yang sangat menentukan adalah doa kita sendiri, bukan doa orang lain. 

Ketika kita benar-benar insyaf dari perbuatan yang tidak diridhoi Allah, kita sadar barangkali sebelum sakit kita pernah melakukan kekeliruan. Berbuat tidak baik dengan orang lain, menjauhi perintah Allah, atau mungkin yang lebih berat, keliru dalam aqidah alias musyrik. Pernah melakukan kemusyrikan secara sadar atau tidak sadar (minta tolong kepada dukun, peramal, mengundi nasib dengan jimat, dan benda-benda sejenisnya yang kita anggap memberi manfaat). Yang membuat kita bergantung kepada manusia atau benda-benda yang dipercaya memberi manfaat. Kita jadi menduakan Allah dalam hal meminta pertolongan, hanya karena tidak sabar menjalani cobaan hidup. Kita menjadi kurang percaya dengan doa kita sendiri, merasa banyak dosa jadi penghalang doa, tapi justru mencari alternatif yang dilarang Allah. Astaghfirullah.

Di sini saya hanya akan cerita secara ringkasnya. Karena terlalu panjang kisah beliau dalam menghadapi ujian yang Allah berikan. Saya coba membayangkan cerita langsung dari Pak Dokter (Yatno) dan Bu Erna sendiri, mirip sekali dengan film drama atau sinetron. Tapi itulah memang terjadi dalam dunia nyata. Mungkin kalau kita yang mengalami seperti beliau, tak sanggup menjalani ujian yang sangat berat, harus bertahan selama puluhan tahun. Sementara beliau bukanlah orang yang terbiasa dengan pendidikan agama. Sehingga bisa dikatakan beliau sendiri tidak tahu bagaimana harus menyikapi penderitaan yang dialami. Beliau hanya berusaha bertahan dengan penderitaannya, selalu berharap suatu saat akan terbebas dari penyakitnya. Dan bisa menjalani kehidupannya dengan normal seperti orang lain.

Bersambung......


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Jawa Dialek Magelangan

Dikontrakan, Di kontrakkan atau Dikontrakkan?

Mengajar di LPK